Sabtu, 26 Juni 2010

Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman

Tanaman membutuhkan CO2 untuk pertumbuhannya. Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfir akan merangsang proses fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produktivitas pertanian tanpa diikuti oleh peningkatan kebutuhan air (transpirasi). Sebaliknya, kenaikan suhu di permukaan bumi mempunyai pengaruh yang "kurang menguntungkan" terhadap pertanian, sebab dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh positif dari kenaikan CO2.
Perubahan Iklim
Beberapa jenis gas di atmosfir, seperti CO2, CH4, dan N2O mempengaruhi iklim permukaan bumi karena kemampuanya dalam membantu proses transmisi radiasi dari matahari ke permukaan bumi, dan juga menghambat keluarnya sebagian radiasi dari permukaan bumi. Kalau konsentrasi dari gas-gas ini di atmosfir meningkat, radiasi yang keluar dari permukaan bumi akan terhambat, sehingga suhu permukaan bumi bertambah besar. Perkiraan besarnya peningkatan suhu bukanlah pekerjaan yang mudah, karena adanya umpan balik positif (dengan peningkatan uap air , H2O(gas), yang juga merupakan gas penghambat keluarnya radiasi dari permukaan bumi) dan umpan balik negatif (peningkatan pertumbuhan awan, menghambat transmisi radiasi matahari ke permukaan bumi).
Estimasi kenaikan suhu terbaik saat ini adalah yang dihasilkan oleh General Circulation Models (GCM), kenaikan suhu 2.5 - 5.5 oC diikuti dengan kenaikan laju sirkulasi hidrologi sebesar 5-15 % (IPCC, l996).
Pengaruh CO2 terhadap proses fisiologis tanaman
Gas CO2 merupakan sumber karbon utama bagi pertumbuhan tanaman. Konsentrasi CO2 di atmosfir saat ini belum optimal, sehingga penambahan CO2 kepada tanaman di dalam industri pertanian di dalam rumah kaca merupakan kegiatan normal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tomat, selada, timun dan bunga potong.
Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatknya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk membentuk karbohidrat, fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi) juga akan ikut meningkat.
Proses di tingkat daun
Fotosintesis
Hubungan antara CO2 "ambient" (dapat diartikan sebagai kondisi normal CO2 di atmosfir) dengan proses fotosintesis, baik di tingkat daun maupun di tingkat kanopi tanaman, dan kontribusinya terhadap akumulasi biomasa telah banyak diteliti. Energi untuk terlaksananya proses fotosintesis datang dari radiasi matahari pada panjang gelombang tertentu (PAR, Photosynthetically Active Radiation, 400-700 μm). Baik PAR, maupun CO2, konsentrasinya masih sub-optimal, sehingga fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya CO2, pada kondisi PAR rendah maupun tinggi.

Gambar 1 : Peningkatan laju assimilasi tanaman kedele (C3) dengan pertambahan PAR pada konsentarsi CO2 berbeda.
Tanaman terbagi atas dua grup utama, C3 dan C4, yang dibedakan oleh cara mereka mengikat CO2 dari atmosfir dan produk awal yang dihasilkan dari proses assimilasi. Pada tanaman C3, enzim yang menyatukan CO2 dengan RuBP (RuBP merupakan substrat untuk pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis) dalam proses awal assimilasi, juga dapat mengikat O2 pada saat yang bersamaan untuk proses fotorespirasi ( fotorespirasi adalah respirasi,proses pembongkaran karbohidrat untuk menghasilkan energi dan hasil samping, yang terjadi pada siang hari), sehingga ada kompetisi antara CO2 dan O2 dalam menggunakan RuBP (Farquhar dan Caemmerer, l982). Jika konsentrasi CO2 di atmosfir ditingkatkan, hasil dari kompetisi antara CO2 dan O2 akan lebih menguntungkan CO2, sehingga fotorespirasi terhambat dan assimilasi akan bertambah besar. Contoh tanaman C3 antara lain : kedele, kacang tanah, kentang, sedang contoh tanaman C4 adalah jagung, sorgum dan tebu.

Gambar 2 : Laju assimilasi (mol CO2 m-2 s-1) tanaman kedele dengan meningkatnya CO2 pada suhu berbeda.
Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel "bundle sheath" (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem) dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat kecil dan  sangat rendah, sekitar 5 μ mol m-2 s-1. PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 μ mol m-2 s-1 sangat tinggi. Pada kisaran konsentrasi CO2 300 - 500 μ mol m-2 s-1, laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2, walaupun PAR sangat tinggi. Sehingga, dengan meningkatnya CO2 di atmosfir, tanaman C3 akan lebih beruntung dari tanaman C4 dalam hal pemanfaatan CO2 yang berlebihan.
Jika kita kembali ke Gambar 2, terlihat bahwa meningkatnya suhu daun dari 15 oC ke 35 oC menyebabkan laju asimilasi bertambah besar. Meningkatnya asimilasi dengan kenaikan suhu merupakan fenomena umum, sampai suhu optimum tercapai, lalu akan terjadi penurunan, seperti terlihat pada Gambar 3 di bawah ini. Adanya kenaikan CO2 di atmosfir akan merubah suhu optimum tanaman. Untuk tanaman kedele yang saya gunakan, kenaikan suhu optimum mencapai 12 %.

Gambar 3 : Suhu optimum untuk proses assimilasi akan berubah dengan kenaikan CO2 di atmosfir. Data diambil dari tanaman kedele dan "fitting" menggunakan persamaan kurva Gauss untuk mendapatkan suhu optimum.
Bertambah besarnya suhu optimum ini menguntungkan bagi tanaman karena pada saat konsentrasi CO2 di atmosfir mencapai 2 kali konsentrasinya saat ini, akan terjadi kenaikan suhu sampai 5.5 oC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar